Sejarah Berdirinya HKBP Distrik X Medan Aceh

Setelah Pekerjaan Mission Batak sampai ke Simalungun atau ke Pematang Siantar, suku Batak Toba semakin banyak tinggal di sana, baik sebagai petani atau sebagai pegawai perkebunan. Seiring dengan pekerjaan zending inilah suku Batak Toba yang telah menganut agama Kristen mendirikan HKBP di Simalungun; di Pematang Raya tahun 1903, Purbasaribu tahun 1905, Pematang Siantar pada tahun 1907. Kemudian pekerjaan zending itu bergerak ke luar dari Simalungun menuju Asahan dan Tanah Serdang, Deli dan Langkat sekitar Medan. Ketiga daerah ini telah menjadi perkebunan besar oleh Pemerintah Belanda dan di Langkat telah dibuka pertambangan minyak.

Pimpinan Perkebunan dan Pertambangan minyak itu adalah orang Belanda yang beragama Kristen. Peranan mereka inilah yang membantu kehadiran orang Batak tinggal di Serdang, Deli dan Langkat. Beberapa dari Pimpinan perkebunan dan pertambangan ini berkunjung ke Pematang Siantar dan ke Balige dan mereka bertemu dengan Misionaris yang bekerja di HKBP, khususnya kepada Ephorus HKBP Pdt Dr IL Nomensen di Sigumpar Balige.

Dalam pertemuan Nommensen dengan orang Belanda ini, selalu menitipkan pesan, agar perantau orang Batak ke Medan dapat dibantu dan diperkerjakan dalam perkebunan dan pertambangan. Pesan ini mendapat tanggapan dan merekalah menyelamatkan orang Batak yang tertangkap karena memiliki “PAS” dan menempatkan mereka menjadi pekerja sebagai guru dan Karani pada berbagai sekolah dan kantor.

Pada tahun 1910 Nommensen berkunjung ke Medan bertemu dengan Ds J Brink yang melayani di Protestantsche Kerk (Gereja ini berdiri tahun 1888). Kunjungan Nommensen ini juga dipergunakan untuk mengumpulkan orang Batak yang telah tinggal di sekitar Medan dan menganjurkan, agar mereka berpegang teguh dalam agama Kristen dan berjanji akan mengirim Evangelis HKBP ke Medan. Sebelum HKBP di Medan, orang Kristen Batak beribadah di Gereja Metodis Tionghoa yang berbahasa Melayu. Misionaris dari Nederlanndsche Zendeling Genootschap (NZG), Zending ke Batak Karo sangat membantu pelayanan kerohanian orang Batak Toba di Medan. Ds Neuman memperhatikan guru-guru Kristen Batak Toba, dengan mengadakan kebaktian sekali sebulan di Boven Deli dan pelayanan lainnya seperti pembaptisan dan acara penguburan orang mati.

Pada tanggal 1 Agustus 1912, Ephorus HKBP menugaskan Gr Josia Hutabarat menjadi Guru Huria di Medan pindah dari HKBP Pematang Siantar. Kedatangan guru inilah ditetapkan menjadi kelahiran HKBP di Medan, melayani 30 Kepala Keluarga dan HKBP Medan menjadi Pagaran dari Ressort Pematang Siantar yang dilayani Pdt Muller. HKBP meminjam tempat dari Gereja Protestantsche Kerk Medan, masuk pukul 15.00 setiap minggu. Kemudian berdinilah jemaat baru di Pancur Batu (Arnhemia) yaitu jemaat yang telah dilayani Ds Neuman di Sibolangit. Kebaktian mereka dilakukan di Gedong Sekolah Landschap, kemudian pindah ke sekolah Pemerintah.

Pada tahun 1914 guru Josia Hutabarat menjadi Pendeta. Sejak saat itulah pelayanan Pendeta bukan lagi datang dari Pematang Siantar. Setelah bertambah besar jumlah warga gereja dan tidak muat lagi berkebaktian di Konsistori Protestantsche Kerk, mereka pindah melaksanakan kebuktian di Gereja Gereformeerde Kerk di Jl. Haji Zainul Arifin sekarang, sejak tahun 1919-1928.

Pada waktu Pdt GHM Siahaan sebagai Pendeta pejabat Ressort di Medan, berdirilah HKBP Distrik Medan di Sinode Godang 29 November 1951 (Keputusan Sinode Godang HKBP tahun 1951). Sebagai Pendeta Ressort Medan, Pdt GHM Siahaan otomatis menjadi Praeses di Distrik Medan (Praeses Pertama). Tetapi periode Pdt Domitian Sinaga, STh sebagai Pendeta Ressort di Medan, yang menjadi Praeses HKBP Distrik Medan-Aceh adalah Pdt Herkules Marbun, artinya tidak dirangkap lagi.

Arus perpindahan dari Tapanuli ke Medan semakin pesat setelah kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Karena itu Gereja Pertama HKBP Cokroaminoto atau Uskup Agung Sugiopranoto yang sekarang tidak mungkin lagi menampung warga Gereja, walaupun telah dilakukan tiga kali kebaktian, akhirnya dibangunlah gereja baru di JI Sudirman. Pertapakan gereja seluas 5.425 m2 adalah pemberian Mr Jaidin Purba, Walikota Medan pada tanggal 18 Juli 1952 dengan harga Rp. 35.383. Pembangunan Gereja baru di JI Sudirman selesai dan “diompoi “tanggal 15-17 April 1955, dipimpin Ompui Ephorus Ds Dr J Sihombing

Sampai tahun 1951 jemaat-jemaat lokal di Ressort Medan sudah ada 19, yaitu HKBP JI Sudirman, Tanjungpura, Binjai, Pancur Batu. Belawan, Kampung Besar, Lubuk Pakam, Pertumbukan, Silinda/Kotarih, Penara (1951), Sukamandi, Pulo Kemeri, Wonosari, Simalungun Martoba, Pasar Melintang, Percut dan masih banyak lagi jemaat yang baru mandiri. Jemaat-jemaat Huria membentuk beberapa Ressort, sebab Sinode Godang HKBP tahun 1951 telah menyetujui pembentukan beberapa ressort di Medan, sehingga berdiri Distrik Medan-Aceh (1951) berpusat di HKBP Cokroaminoto/Uskup Agung Sugiopranoto.

Jemaat di Distrik Medan Aceh berdiri dan tumbuh mekar oleh keseriusan usaha Pardonganon Mission Batak yang selalu memperhatikan perpindahan orang Batak dari daerah Tapanuli ke Medan. Pertumbuhan itu juga didukung atas usaha para penginjil yang pada umumnya oleh Penatua yang langsung menjadi Penatua atau Wakil Guru Jemaat (Voornganger) di Medan.

Pada awalnya mereka menjadi anggota Gereja di HKBP Cokrominoto (Uskup Agung Sugiopranoto sekarang), tetapi setelah ada beberapa keluarga di satu daerah, mereka mendirikan Gereja dan pada akhirnya menjadi Ressort. Pelayanan Gereja dapat berjalan atas

pelayanan para Penatua/Sintua dari HKBP Cokroaminoto, jemaat-jemaat baru berdiri di sekitar kota Medan, antara lain: St A Benyamin Siahaan yang mendapat Surat Keterangan dari Ds TS Sihombing dan diketahui oleh Kepala Kepolisian Sumatera Timur Inspektur Siasat Kota tertandatangan Rasjid.

Pada masa pelayanan Praeses Pdt W Simanjuntak (1975), dibentuk Panitia Pembangunan Kantor Distrik Medan-Aceh yang diketuai Kol MT Pasaribu, wakil ketua Drs O Simanjuntak, SH (Kejari), Bendahara NH Sitorus, Sekretaris Letkol Pol T Siahaan dan disponsori St Dr TD Pardede (Parhalado Pusat HKBP).

Panitia bekerjasama dengan Kantor HKBP Pusat membangun gedung perkantoran berlantai III di JI Uskup Agung Sugiopranoto No 6. Dalam rencananya, gedung tersebut dibangun untuk menjadikan bangunan ini sebagai Kantor Pusat HKBP, bila Sinode Godang memutuskannya. Sinode Godang HKBP tahun 1976 tidak menyetujui Kantor HKBP pindah dari Pearaja-Tarutung ke Medan. Akhirnya gedung tersebut diresmikan menjadi Kantor HKBP Distrik Medan-Aceh dan Guest House Kantor HKBP Pusat.

Sebagian dari ruang perkantoran Gedung tersebut diserahkan kepada HKBP Distrik Medan-Aceh, untuk sarana perkantoran, sebab kantor HKBP Distrik Medan-Aceh bertempat di ruang Konsistori HKBP JI Jend Sudirman No 17A. Dengan demikian, perkantoran HKBP Distrik Medan-Aceh kembali ke Jl. Uskup Agung Sugiopranoto No 6 Medan. Praeses HKBP yang pertama memakai gedung perkantoran tersebut adalah Praeses Pdt Wasinton Simanjuntak, STh. Sampai sejarah ini dituliskan, gedung tersebut masih dipakai Distrik Medan-Aceh sebagai perkantoran dan Guest House.